Writer :Jurnalist
Publisher :Waspada co. id
Updated :8.02.2014 00:00
Waspada co. id
Sosok legenda dan maestro jazz Indonesia, Bubi Chen, begitu melekat dalam diri Peter F Gontha. Kepergiannya menjelang Java Jazz Indonesia 2012 membawa duka mendalam bagi Peter.
Berikut petikan wawancara: Waspada Online dengan musisi dan pengusaha nasional, Peter F Gontha.
Kapan pertama kali Anda kenalan dengan Bubi Chen?
Pertama ketemu Bubi Chen tahun 1959, waktu beliau main bersama almarhum ayah saya di Surabaya. Beliau masih umur 21-an waktu itu. Beliau ikut tur bersama ayah saya dan Jack Lesmana ke Malang, Cepu dan Semarang sebagai pianis dalam Big Band Shell Oil.
Di Java Jazz sendiri, berapa kali Bubi Chen tampil? Apa pendapat Bubi tentang Java Jazz?
Bubi Chen telah ikut di Java Jazz sejak pertama kali Java Jazz diadakan, jadi sudah tampil tujuh kali. Kita yang meminta Bubi Chen untuk selalu ikut, karena Bubi Chen adalan ikon jazz di Indonesia. Bubi Chen bangga dengan adanya pagelaran Java Jazz, karena disini tampil bibit-bibit muda dan banyak grup terkenal yang lahir di Java Jazz.
Apa pendapat Bubi tentang musik jazz di Indonesia yang pernah diceritakan ke Anda?
Bubi Chen merasa musisi Indonesia mempunyai satu bakat yang alami, dan apabila mendapatan pendidikan musik yang formal pasti akan menghasilkan musisi-musisi yang handal. Yang selalu disayangkan Bubi adalah bahwa negara besar seperti Indonesia tidak mempunyai Conservatory Music seperti di negara lain. Beliau selalu mengeluhkan bahwa para musisi kita lahir dari hobby, dan bukan pendidikan formal di bidang musik.
Musik menurut Bubi Chen, harus mempunyai dasar classical music dengan mengambil major di dalam jazz. Saya ingat Beliau mengatakan untuk mengetahui, dan pada akhirnya memainkan musik dengan baik diperlukan juga mengetahui sejarah musik para tokoh musik dunia. Mulai dari Louis Armstrong sampai dengan tokoh masa kini. Demikian juga dengan asal muasal segala jenis musik.
Bagaimana Anda mengenang sosok Bubi Chen?
Bubi Chen orang besar. Harusnya menjadi seseorang yang kita banggakan, menjadi pianis yang teramat hebat di masanya dan diakui dunia. Bubi Chen selalu mengatakan dia iri pada Nick Mamahit yang berkesempatan belajar di Conservatorium Belanda di Amsterdam. Bubi Chen bisa bahasa Belanda, tapi Belanda-Jawa, karena dia dididik di sekolah Belanda, dan selalu mengatakan, “Ik Ini Meskipun Belandanya Krom Tapi Paling Engga Ik Bisa”.
“Artinya, meski beliau bahasa Belandanya Belanda-Jawa, paling engga bisa. Dia sering ngata ngata-in orang, tapi itu dilakukan di depan orangnya, tidak pernah omong jelek mengenai orang lain di belakangnya,” kenang Peter.
Kapan komunikasi terakhir Anda dengan Bubi Chen?
Pada Java Jazz tahun lalu. Saat itu Bubi tampil dalam program “BUBI CHEN PLAYS POP” yang juga menjadi rekaman Java Jazz, yang mana kita rekam. Dia sudah sakit pada masa itu, dan hanya sedikit bicaranya.
Ada rencana untuk bikin tribute to Bubi Chen di JJF mendatang?
Kita akan adakan Tribute to BUBI CHEN pada tanggal 4 Maret, hari Minggu di ruangan SEMERU, yang mana pemain-pemain piano handal akan ikut berkontribusi mengenang Bubi Chen.
Editor: ANGGRAINI LUBIS